Rabu, 16 April 2014

Makna Istidraj

Dari Ubah bin Amir radhiallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا رَأَيْتَ اللَّهَ تَعَالى يُعْطِي الْعَبْدَ مِنَ الدُّنْيَا مَا يُحِبُّ وَهُوَ مُقِيمٌ عَلَى مَعَاصِيهِ فَإِنَّمَا ذَلِكَ مِنْهُ اسْتِدْرَاجٌ

Apabila Anda melihat Allah memberikan kenikmatan dunia kepada seorang hamba, sementara dia masih bergelimang dengan maksiat, maka itu hakikatnya adalah istidraj dari Allah.”

Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca firman Allah,
فَلَمَّا نَسُوا مَا ذُكِّرُوا بِهِ فَتَحْنَا عَلَيْهِمْ أَبْوَابَ كُلِّ شَيْءٍ حَتَّى إِذَا فَرِحُوا بِمَا أُوتُوا أَخَذْنَاهُمْ بَغْتَةً فَإِذَا هُمْ مُبْلِسُونَ

Tatkala mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kami pun membukakan semua pintu-pintu kesenangan untuk mereka; sehingga apabila mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka dengan sekonyong-konyong, maka ketika itu mereka terdiam berputus asa.” (QS. Al-An’am: 44)
 (HR. Ahmad, no.17349, Thabrani dalam Al-Kabir, no.913, dan disahihkan Al-Albani dalam As-Shahihah, no. 414).

Istidraj secara bahasa diambil dari kata da-ra-ja (Arab: درج ) yang artinya naik dari satu tingkatan ke tingkatan selanjutnya. Sementara istidraj dari Allah kepada hamba dipahami sebagai ‘hukuman’ yang diberikan sedikit demi sedikit dan tidak diberikan langsung. Allah biarkan orang ini dan tidak disegerakan adzabnya. Allah berfirman,
سَنَسْتَدْرِجُهُمْ مِنْ حَيْثُ لاَ يَعْلَمُونَ

Nanti Kami akan menghukum mereka dengan berangsur-angsur (ke arah kebinasaan) dari arah yang tidak mereka ketahui.” (QS. Al-Qalam: 44)
 (Al-Mu’jam Al-Lughah Al-Arabiyah, kata: da-ra-ja).

Jadi, Istidraj adalah pemberian nikmat Allah kepada manusia yang mana pemberian itu tidak diredhaiNya

Rasullulah s. a. w. bersabda :”Apabila kamu melihat bahawa Allah Taala memberikan nikmat kepada hambanya yang selalu membuat maksiat(durhaka),ketahuilah bahawa orang itu telah diistidrajkan oleh Allah SWT.”(Diriwayatkan oleh At-Tabrani, Ahmad dan Al-Baihaqi)

Manusia istidraj – Manusia yang tidak mengharap rahmat dari Allah SWT dan hanya mengejar duniawi saja maka orang itu akan diistidrajkan oleh Allah SWT, dan dia merasa Allah menyayanginya . Mereka memandang rendah orang yang beramal. "Dia itu siang malam ke masjid, mobil saja tak mampu beli, sedangkan aku ke kelab malam pun dengan mobil mewah. Tak usah bersusah payah beribadah pun, rezeki datang dengan sendirinya. Kalau dia mencontohku mungkin bisa seperti aku, katanya sombong." Sebenarnya kadang-kadang Allah SWT memberikan nikmat yang banyak dengan tujuan untuk menghancurkannya, begitupula sebaliknya apabila kita diberi cobaan mungkin sedang diuji dan akan diangkat menuju derajat yang lebih tinggi

Buktinya, Firaun. Nikmatnya tak terkira, tidak pernah sakit, bersin pun tidak pernah kerana Allah berikannya nikmat kesihatan. Orang lain selalu sakit, tapi Firaun tidak, orang lain mati, namun dia masih belum mati-mati juga, sampai rasa angkuh dan besar diri lantas mengaku dirinya tuhan. Tapi dengan nikmat itulah Allah binasakan dia.

Namrud, yang cuba membakar Nabi Ibrahim. Betapa besar pangkat Namrud? Dia begitu sombong dengan Allah, akhirnya menemui ajalnya hanya disebabkan seekor nyamuk masuk ke dalam lubang hidungnya.

Tidak ada manusia hari ini sekaya Qarun. Anak kunci gudang hartanya sahaja kena dibawa oleh 40 ekor unta. Akhirnya dia ditenggelamkan bersama-sama hartanya sekali akibat terlalu takbur. Jadi kalau kita kaya, jangan sangka Allah sayang, Qarun lagi kaya, akhirnya binasa juga.

Jadi, jika kita kaji dan fikir betul-betul, maka terjawablah segala keraguan yang mengganggu fikiran kita. Mengapa orang kafir kaya, dan orang yang berbuat maksiat hidup senang /mewah. Pemberian yang diberikan oleh Allah pada mereka bukanlah yang diredhaiNya. Rupa-rupanya ianya adalah bertujuan untuk menghancurkannya. Untuk apa hidup ini tanpa keredhaanNya?

Tetapi jangan pula ada orang kaya beribadat, masuk masjid dengan mobil mewah kita katakan istidraj. Orang naik pangkat, istidraj. Orang-orang besar, istidraj. Jangan! Orang yang mengunakan nikmatnya untuk kebajikan untuk mengabdi kepada Allah bukan istidraj. Dan jangan pula kita tidak mau kekayaan. Kalau hendak selamat, hidup kita mesti ada pegangan. Bukan kaya yang kita cari, juga bukan miskin yang kita cari.

Tujuan hidup kita adalah mencari keredaan Allah. Bagaimana cara untuk menentukan nikmat yang diredhai Allah? Seseorang itu dapat menyedari hakikat yang sebenarnya tentang nikmat yang diterimanya itu ialah apabila dia bersyukur nikmatnya. Dia akan mengunakan pemberian ke jalan kebaikan dan sentiasa redha dan ikhlas mengabdikan diri kepada Allah. Maka segala limpah kurnia yang diperolehi itu adalah nikmat pemberian yang diredhai Allah. Bila tujuan hidup kita untuk mencari keredhaan Allah, niscaya selamatlah kita di dunia dan akhirat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar